BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bila seseorang hendak memulai
dengan kepastian, ia akan berakhir dengan keragu-raguan, akan tetapi jika ia
puas untuk memulai dengan keragu-raguan, maka ia akan berakhir dengan
kepastian. Francis bacon
Manusia bereaksi secara
keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan jika secara
somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka unsur ini harus
diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala
yang patologik dari unsur psike. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain
tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya
dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi
perilaku manusia ialah keturunan dan umur dan sex, keadaan badaniah, keadaan
psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan,
pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi,
rasa bermusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya.
Kita akan melihat secara
sepintas angka kejadian (‘insidence
rate’) dan angka kesakitan (‘morbidity rate’) berbagai gangguan jiwa. Kemudian
baru kita akan membicarakan secara umum macam-macam penyebab gangguan jiwa.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana Angka Kejadian (Insidensi) Dan
Kesakitan (Mordibilitas) ?
2.
Apa Saja Sumber Penyebab Gangguan Jiwa ?
3.
Bagaimana Perkembangan Badaniah Yang
Salah ?
4.
Bagaimana Perkembangan Psikologik Yang
Salah ?
5. Bagaimana
Faktor Sosiologik Dalam Perkembangan Yang Salah ?
1.3 TUJUAN
1.
Mengetahui Angka Kejadian (Insidensi)
Dan Kesakitan (Mordibilitas).
2.
Mengetahui Sumber Penyebab Gangguan Jiwa.
3.
Mengetahui Perkembangan Badaniah Yang Salah.
4.
Mengetahui Perkembangan Psikologik Yang
Salah.
5.
Mengetahui Faktor Sosiologik Dalam
Perkembangan Yang Salah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
ANGKA
KEJADIAN (INSIDENSI) DAN KESAKITAN (MORDIBILITAS)
Dalam
masyarakat umum skizofrenia terdapat 0,2 – 0,8%, retardasi mental 1 - 3% WHO melaporkan bahwa 5 – 15% dari anak-anak antara
3 – 15 tahun mengalami gangguan jiwa yang persistent dan mengganggu hubungan
sosial kira-kira 40% penduduk negara kita ialah anak-anak di bawah 15 tahun,
negara yang sudah berkembang kira-kira 25%), dapat digambarkan besarnya masalah
(ambil saja 5% dari 40% dari katakan saja 120 juta penduduk, maka negara kita
terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa).
Tidak sedikit orang menderita gangguan jiwa
organik (akibat rudapaksa, keradangan, gangguan pembuluh darah, neoplasma,
keracunan dan sebagainya). Banyak pula yang menderita gangguan psikosomatik.
Perhatikan tabel
Tabel
1 : Taksiran kasar jumlah penderita beberapa jenis gangguan jiwa yang ada dalam
satu tahun di Indonesia dengan penduduk 130 juta orang.
Psikosa
Fungsional
|
520.000 (4
‰)
|
Sindroma
Otak Organik Akut
|
65.000 (0,5
‰)
|
Sindroma
Otak Organik Menahun
|
130.000 (1
‰)
|
Retardasi
Mental
|
2.600.000 (2 %)
|
Serosa
|
6.500.000 (5
%)
|
Psikosomatik
|
6.500.000 (5
%)
|
Gangguan
Keprbadian
|
|
Ketergantungan
Obat
|
1.000
17.616.000
(13,5 %)
|
|
Berapa besarkah kerugian karena gangguan
jiwa, berupa tenaga kerja, uang dan materi lain? Tidak terhitung besarnya
penderitaan pada penderita sendiri, pada keluarga penderita dan orang-orang
yang mencintainya.
2.2. SUMBER PENYEBAB GANGGUAN JIWA
Biarpun gejala utama atau gejala yang
menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di
badan (somatogenik), dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun di psike
(psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa
penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau
kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun jiwa.
Umpamanya seorang dengan depresi, karena kurang makan dan tidur daya tahan
badaniahnya berkurang seingga mengalami keradangan tenggorokan, atau seorang
dengan mania mendapat kecelakaan. Sebaliknya seorang dengan penyakit badaniah
umpamanya keradangan yang melemahkan, maka daya tahan psikologinya pun menurun sehingga
ia mungkin mengalami depresi. Sudah lama diketahui juga, bahwa penyakit pada
otak sering mengakibatkan gangguan jiwa.
Contoh lain ialah seorang anak yang
mengalami gangguan otak (karena kelahiran, keradangan, dan sebagainya) kemudian
menjadi hiperkinetik dan sukar diasuh, mempengaruhi lingkungannya, terutama
orang tua dan anggota lain serumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan mereka
saling mempengaruhi. Karena itu
terdapat kecenderungan untuk membuat diagnosa multi dimensional yang menyeut
hal – hal dari berbagai unsur tersebut.
Tabel 2 : Sumber
penyebab gangguan jiwa.
Penyesuaian
somato-psiko-sosial dipengaruhi oleh faktor-faktor pada
ketiga unsur itu yang terus-menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1)
Faktor-faktor somatik (somatogenik) :
|
1.1.
Neroanatomi
1.2.
Nerofisiologi
1.3.
Nerokimia
1.4.
Tingkat kematangan dan perkembangan organik
1.5.
Faktor – factor pre- dan peri-natal
|
2)
Faktor faktor psikologik (psikogenik) :
|
2.1.
Interaksi ibu-anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal
berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tidak
percaya dan kebimbangan)
2.2.
Peranan ayah
2.3.
Persaingan antara saudara kandung
2.4.
Inteligensi
2.5.
Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
2.6.
Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau salah
2.7.
Ketrampilan, bakat dan kreativitas
2.8.
Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
2.9.
Tingkat perkembangan emosi
|
3)
Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik) :
|
3.1.
Kestabilan keluarga
3.2.
Pola mengasuh anak
3.3.
Tingkat ekonomi
3.4.
Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
3.5. Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan
fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
3.6.
Pengaruh rasial dan keagamaan
3.7.
Nilai-nilai
|
2.3.
PERKEMBANGAN
BADANIAH YANG SALAH
Perkembangan badaniah mempunyai suatu urutan – urutan tertentu. Suatu halangan dalam hal ini
dapat mengakibatkan gangguan perkembangan. Perilaku kita berdasarkan juga pada
kwalitas dan keutuhan fungsi sususan saraf dan pelengkapan badaniah lain.
Setiap factor yang dapat mengganggu perkembangan badaniah yang normal dapat
diangap sebagai suatu factor yang dapat menjadikan penyebab perilaku yang
abnormal. Faktor – factor ini mungkin dari keturunan ataupun dari
lingkungan :
1.
Faktor keturunan
Pada mongoloisme atau
sindroma down (suatu macam retedasi mental dengan mata sipit,muka datar,telinga
keci,jari-jari pendek dan lain-lain) terdapat trisomi (yaitu tiga buah,bukan
dua) ppasangan kromosoma no 21.
Gambar 1.
Hitungan
kromosom sekarang dimungkinkan dengan meneteskan derivat kolkisin pada sel
untuk menghentikan pembelahan sel pada
waktu kromosom paling dapat dilihat. Kemudian dari larutan garam yang
mengakibatkan kromosoma itu melambung dan memisah satu dari larutan lain(gambar
kanan). Dengan demikian kromosoma dapat diatur menjadi pasangan-pasangan.
Gambar kiri atas memperlihatkan jumlah pasangan kromosoma seoran laki-laki yang
normal. Gambar kiri bawh menunjukan kelainan trisomi pada kromosoma yang
terdapat pada sindroma down (mongolisme).
Sindruma turner (dengan cirri-ciri khas
: tubuh pendek, leher melebar infantiisme sexual)ternyata berhubungan dengan
jumlah kromosoma yang abnormal. Gangguan yang berhubungan dengan kromosoma
dikatakan “terikat pada sex” (sex-linked),artinya bahwa defek genetika hanya
terdapat pada kromosoma sex. Kaum wanita
ternyata lebih peka terhadap gangguan yang terikat pada sex, karena mereka
mempunyai dua kromosoma X : bila satu tidak baik, maka yang lain biasanya akan
melakukan pekerjaannya. Akan tetapi seorang pria hanya mempunyai satu kromosoma
X dan kromosoma Y, dan bila salah satu tidak baik, maka terganggulah ia. Masih dipermasalhkan, betulkah pria
dengan XYY lebih cenderung melakukan perbuatan kriminal yang kejam ?
Fenilketonuria yang terdapat pada
anak-anak dengan kekurangan enzim untuk
menghancurkan feninlanin, suatu asam
amino dalam makanan yang mengandung protein. Bila tidak diketahui
sehinga tidak diberi diit, maka terkumpullah fenilanin di dalam darah dan
merusak otak.
Table
3 : penelitian ssaudara kembar dan saudara kandungan yang satunya menderita
skizofrenina
Hubungan dengan pasien
skizofrenia % yang menderita skizofrenia
Kembar monozigot (satu
telur) 86,2%
Kembar monozigot(dua telur) 14,5%
Saudara kandung 14,2%
Saudara tiri 7,1%
Masyarakat umum 0,85%
Kembar monozigot(dua telur) 14,5%
Saudara kandung 14,2%
Saudara tiri 7,1%
Masyarakat umum 0,85%
(Coleman,
J.C : Abnormal psychology and modern life, Taraporevala sons & Co., Bombay,
1970, hal. 121)
Table
6. menunjukan bahwa terdapat lebih banyak
skizofrenia pada tingkat persaudaraan dari pada di dalam masyarakat umum dengan
yang paling tinggi pada saudara kembar monozigot. Mengapa pada kembang monozigo
tidak 100% kiranya kembali lagi faktor
lingkungan berpengaruh.
2.
Faktor
Konstitusi
Konstitusi pada umumnya
menunjukkan kepada keadaan biologic seluruhnya, termasuk baik yang diturunkan
maupun yang didapatikemudian, umpamanya : bentuk badan (perawakan), sex,
temperamen, fungsi endokrin dan urat syaraf serta jenis darah.
Jelas bahwa hal-hal ini mempengaruhi
perilaku individu secara baik ataupun tidak baik, umpanya : bentuk badan yang
atletik atau yang kurus, tinggi badan yang terlalu tinggi atau terlalu pendek,
paras muka yang cantik ataupun jelek, sex wanita atau pria, fungsi hormonal
yang seimbang atau berlebihan salah satu hormone, urat syaraf yang cepat
reaksinya atau yang lambat sekali, dan seterusnya. Semua ini turut mempengaruhi
hidup seseorang.
Tabel 4. Faktor
Konstitusi dan Perilaku Abnormal
Faktor Konstitusi
|
Hubungan dengan perkembangan Abnormal
|
Bentuk Badan
|
Tidak jelas peranannya, tetapi disproporsi badaniah,
kelemahan dan penampakan yang jelek umpamanya lebih sering berhubungan dengan
gangguan jiwa daripada bentuk badan yang baik dan menarik.
|
Energi dan
Kegiatan
|
Rupanya berhubungan dengan apakah individu
mengembangkan reaksi yang agresif atau lebih menuju ke dalam terhadap stress,
jadi lebih berhubungan dengan jenis gangguan jiwa yang timbul bila individu
itu terganggu jiwanya.
|
Reaktivitas
Susunan Syaraf Vegetatif
|
Reaktivitas
emotional yang tinggi mungkin sekali berhubungan dengan reaksi
berlebihan terhadap stress ringan dan pembentukan rasa takut yang tak perlu,
reaktivitas emotional yang kurang, dapat mengakibatkan sosialisasi yang tidak
sesuai karena reaksi yang terlalu sedikit.
|
Daya Tahan Badaniah
|
Membantu menentukan stress biologic dan psikologik dan
sistem organ apakah yang paling mudah terganggu. Ada individu yang sangat
mudah terganggu sistem badaniahnya karena fungsi otaknya.
|
Sensitivitas
(Kepekaan)
|
Menentukan sebagian dari jenis stress yang terhadapnya
anak itu paling peka dan menentukan besarnya stress yang dapat ditahan tanpa
gangguan jiwa, mempengaruhi cara anak menanggapi dunia.
|
Kecerdasan dan
Bakat yang Lain
|
Mempengaruhi kesempatan anak untuk berhasil dalam
pertandingan/persaingan sehingga mempengaruhi juga kepercayaan diri sendiri
berdasarkan keberhasilan.
|
(Coleman, J.C : Abnormal Psychology and Modern
Life. Taraporevala Sons & Co, Bombay, 1970, hal 126)
Susunan syaraf vegetatif juga tidak
sedikit menentukan perilaku manusia, banyak keluhan penderita dating dari pihak
ini, umpamanya susunan syaraf vegetatif yang labil.
Biarpun konstitusi itu lebih banyak
ditentukan oleh faktor keturunan, tetapi dapat juga diubah oleh faktor
kelahiran, umpamanya toxin, virus, kesukaran kelahiran, emosi ibu yang sangat
labil, radiasi sinar X dan sebagainya.
3.
Cacat
Kongenital
Cacat kongenital atau cacat sejak lahir
dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak terlebih yang berat seperti reterdasi
mental yang berat. Akan tetapi pada umumnya pengaruh cacat ini pada timbulnya
gangguan jiwa terutama tergantung pada individu itu, bagaimana ia menilai dan
menyesuaikan diri terhadap keadaan hidupnya yang cacat atau berubah itu.
Orangtua dapat mempersukar penyesuaian
ini dengan perlindungan berlebihan (proteksi berlebihan), penolakan atau
tuntutan yang sudah diluar kemampuan anak.
Singkatnya : dua kromosoma dan
“Genes” yang defek serta banyak faktor
sebelum, sewaktu dan sesudah lahir dapat mengakibatkan gangguan badaniah. Cacat
badaniah dapat dilihat dengan jelas, tetapi gangguan sistem biokimiawi lebih
halus dan sukar ditentukan. Gangguan badaniah dapat mengganggu fungsi biologic
atau psikologik secara langsung atau dapat mempengaruhi daya tahan terhadap
stress.
2.4.
PERKEMBANGAN
PSIKOLOGIK YANG SALAH
Dalam
masa kanak – kanak diletakkan
dasar bagi masa dewasa, bagaimanakah lingkungan dan diri sendiri dinilai,
kebiasaan berfikir dan pola reaksi. Biarpun demikian, kita dapat saja berubah
bila kita menjadi dewasa, kita dapat mengadakan perubahan-perubahan dalam pola
berfikir dan bertindak kita. Kita tidak terpaku atau terbatas pada pola yang
dibentuk dalam masa kanak-kanak saja.
Pada
umumnya perkembangan psikologik yang salah mencakup :
a. Ketidak
matangan atau fixasi, yaitu individu gagal berkembang lebih lanjut ke fase
berikutnya.
b. “tempat-tempat
lemah” yang ditinggalkan oleh pengalaman yang traumatik sebagai kepekaan
terhadap jenis stres tertentu, atau distorsi yaitu bila individu mengembangkan
sikap atau pola reaksi yang tidak sesuai atau gagal mencapai integrasi
kepribadian yang normal. Kita akan membicarakan beberapa faktor dalam
perkembangan psikologik yang tidak sehat.
1. Deprivasi dini
Makin
lama makin nyata bahwadeprivasi (kehilangan) biologik atau psikologik pada
waktu bayi dapat mengakibatkan kerusakan yang tak dapat diperbaiki lagi. Deprivasi
maternal atau kehilangan asuhan ibu di rumah sendiri, terpisah dengan ibu atau
di asrama, dapat menimbulkan perkembangan yang abnormal.
Deprivasi
rangsangan umum dari lingkungan, bila sangat berat ternyata berhubungan dengan
reterdasi mental. Kekurangan protein dalam makanan, terutama dalam jangka waktu
lama sebelum anak berumur 4 tahun, dapat mengakibatkan reterdasi mental.
Deprivasi
atau frustasi dini dapat m,enimbulkan “tempat-tempat yang lemah” pada jiwa,
dapat mengakibatkan perkembangan yang salah ataupun perkembangan yang berhenti.
Untuk
perkembangan psikologik rupanya ada “masa-masa gawat”. Dalam masa ini
rangsangan dan pengalaman belajar yang berhubungan dengannya serta pemuasan
berbagai kebutuhan sangat perlu bagi urutan-urutan perkembangan intelektual,
emosional, dan sosial yang normal.
2.
Pola
keluarga yang patogenik
Dalam
masa kanak-kanak keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian.
Hubungan orangtua-anak yang salah atau patogenik dalam keluarga sering
Kadang-kadang
orangtua berbuat terlalu banyak untuk anak dan tidak member kesempatan anak itu
berkembang sendiri. Ada kalanya oramgtua berbuat terlalu sedikit atau tidak merangsang
anak itu atau tidak member bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.
Kadang-kadang malahan mengajarkan anak itu pola-pola yang tidak sesuai.
Akan tetapi
pengaruh cara asuhan anak tergantung pada keadaan sosial secara keseluruhan
dimana hal itu dilakukan. Dan juga, anak-anak bereaksi secara berlainan
terhadap cara yang sama dan tidak semua akibat adalah tetap, kerusakan dini
sering diperbaiki sebagian oleh pengalaman di kemudian hari. Akan tetapi
beberapa jenis hubungan orangtua-anak sering terdapat dalam latar belakang
anak-anak yang terganggu, umpamanya penolakan, perlindungan berlebihan, manja
belebihan, tuntutan perfeksionistik, standart moral yang kaku dan tidak
realistic, disiplin yang salah, persaingan antar saudara yang tidak sehat,
contoh orangtua yang salah, ketidaksesuaian perkawinan dan rumah tangga yang
berantakan, tuntutan yang bertentangan (lihat
tabel 5).
Tabel 5. beberapa Sikap
orangtua yang kurang bijaksana dan pengaruhnya terhadap anak
Sikap orangtua
|
Pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak dan sifat atau sikap yang
timbul
|
1.
Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya.
|
Hanya memikirkan dirinya
sendiri, hanya tahu menuntut saja, lekas berkecil hati tidak tahan
kekecewaan. ingin menarik perhatian kepada dirinya sendiri. Kurang rasa
bertanggung jawab. Cenderung menolak peraturan dan minta dikecualikan
|
2.
Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus
tunduk saja”
|
Kurang berani dalam
pekerjaan, condong lekas menyerah. Bersikap pasif dan bergantung kepada orang
lain. Ingin menjadi “anak emas” dan menerima saja seperti perintah.
|
3.
Penolakan (anak tidak disukai)
|
Merasa gelisah dan
diasingkan. Bersikap melawan orang tua dan mencari bantuan kepada orang lain.
Tidak mampu memberi dan menerima kasih-sayang .
|
4.
Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi
|
Menilai dirinya dan hal lain
juga demi norma yang terlalu keras dan tinggi. Sering kaku dan keras dalam
pergaulan. Cenderung menjadi sempurna (“perfecsionnism”) dengan cara yang
berlebihan. Lekas merasa bersalah, berdosa dan tidak berarti.
|
5.
Disiplin yang terlalu keras.
|
Menilai dan menuntut dari
pada diri juga secara terlalu keras. Agar dapat meneruskan dan menyelesaikan
sesuatu usaha dengan baik, diperlukannya sikap menghargai yang tinggi dari
luar.
|
6.
Disiplin yang tak teratur atau yang bertentangan
|
Sikap anak terhadap nilai dan
norma tak teratur. Kurang tetap dalam menghadapi berbagai persoalan; didorong
kesana kemari antara berbagai nilai yang bertentangan.
|
7.
Perselisihan antara ayah-ibu
(pernikahan yang cedera).
|
Bergelisah hati terus
menerus. berkurang nya rasa dirinya terjamim dan rasa disayangi ( yang sangat
diperlukan oleh setiap anak). Cenderung menafsirkan orang lain sebagai
berbahaya, sehingga bersikap bermusuhan dan agresif.
|
8.
Perceraian
|
Timbul perasaan dirinya
terasing, gelisah dan cemas. Rasa setianya gerlawanan berpindah-pindah dari
Ibu ke Ayah dan sebaliknya.
|
9.
Persaingan yang kurang sehat di antara para saudaranya.
|
Timbul sifat bermusuhan, merasa
kurang aman serta terancam terus menerus. Kurang percaya pada dirinya
sendiri. Tingkah lakunya menyerupai anak di bawah umur.
|
10. Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral)
|
Anak mengambil oper cara dan
nilai yang buruk itu. Timbul berbagai persoalan dan kesukaran, sehingga
sangat memungkinkan terjadi pelanggaran hukum.
|
11. Perfeksionis dan ambisi. (Cita-cita yang terlalu tinggi
bagi si anak).
|
Anakpun mengambil oper
perfeksionisme itu. Demikian ia akan gagal dalam mengejar cita-cita yang
sudah melampaui batas kemampuannya. Kemudian ia menjadi kecewa yang
berlebihan, merasa dirinya bersalah, berdosa dan tidak berarti apa apa lagi.
Mudah timbul reaksi depresi (rasa sedih yang terlalu keras dan terlalu lama).
|
12. Ayah dan atau Ibu nerotik (menderita gangguan jiwa)
|
Anak condong mewarisi gejala
gangguan jiwa itu yang dapat berupa kecemasan, keyakinan yang tak berdasarkan
kenyataan atau prasangka. Semua ini akan menghambat perkembangan kepribadian
anak itu.
|
Coleman, J. C. : Abnormal psychology and
modern life Taraporevala Sons & Co.,
Bombay, 1976, hal. 160 (Ditambah)
Perlu diingat bahwa hubungan
orangtua-anak selalu merupakan suatu interaksi (saling mempengaruhi), bukanlah
hanya pengaruh satu arah dari orangtua ke anak. Pada waktu lahir dan terlebih sesudahnya,
anak itu masuk ke dalam interaksi bukan sebagai suatu kertas putih, akan tetapi
sebagai suatu organisme yang aktif dengan kecenderungan reaksi tertentu, dengan
kelemahan-kelemahannya dan dengan kebutuhan-kebutuhannya yang khas. Dalam
menilai hasil suatu "keadaan kita tidak boleh menganggap bahwa perilaku
orangtua itu selalu menentukan dan perilaku serta perkembangan anak itu selalu
tergantung orangtua.
Pada umumnya trauma (frustasi) dini
rupanua mempunyai akibat yang lebih jauh, sebagian besar karena mawasdiri,
penilaian saksama dan pembelaan diri psikologik belum terbentuk seperti pada
orang dewasa. Pada orang dewasa sering suatu pengalaman traumatik cenderung
untuk membuat individu itu menjadi kebal terhadap pengalaman traumatik yang
sama di kemudian hari karena sudah dikenal, keterbatasannua telah diketahui,
individu telah menyamakannya dengan pengalaman lain yang dikenal dan telah
berkembang pembelaan diri.
3.
Masa Remaja
Masa remaja dikenal sebagai masa gawat
dalam perkembangan kepribadian sebagai masa "badai dan stress". Dalam
masa ini individu dihadapi dengan pertumbuhan yang cepat, perubahan perubahan
badaniah dan pematangan sexual. Pada waktu yang sama status sosialnya juga
mengalami perubahan bila dahulu ia sangat tergantung kepada orang tuanya atau
orang lain sekarang ia harus belajar berdiri sendiri dan bertanggung jawab yang
membawa dengan sendirinya masalah pernikahan, pekerjaan dan status sosial umum.
Kebebasan yang lebih besar membawa tanggung jawab yang lebih besar pula.
Perubahan-perubahan ini mengakibatkan
bahwa ia harus mengubah konsep tentang diri sendiri. Tidak jarang terjadi
"krisis identitas" (Erikson, 1950). Ia harus memantapkan dirinya
sebagai seorang individu yang berkepribadian lepas dari keluarganya, ia harus
menyelesaikan masalah pendidikan pernikahan dan kehidupan dalam masyarkat. Bila
ia tidak dibekali dengan pegangan hidup yang kuat, maka ia akan mengalami
"difusi identitas", yaitu ia bingung tentang "apakah sebenarnya
ia ini" dan "buat apakah sebenarnya hidup ini". Sindroma ini
disebut juga "anomi", remaja itu merasa terombang ambing, terapung
apung dalam hidup ini tanpa tujuan tertentu. Banyak remaja sebenarnya tidak
memberontak, akan tetapi hanya sekedar sedang mencari arti dirinya sendiri
serta pegangan hidup yang berarti bagi mereka.
Hal "badai dan stress" bagi
kaum remaja ini sebagian besar berakar pada struktur sosial suatu masyarakat.
Ada masyarakat yang membantu para remaja ini dengan adat istiadatnya sehingga
masa remaja dilalui tanpa gangguan emosional yang berarti.
Dapat dikatakan bahwa bagi banyak orang
yang telah terganggu emosinya, kegagalan untuk mempertahankan gizi yang baik
dan istirahat yang cukup, tambah melemahkan mereka secara keseluruhan dan
menambah beban sehingga mereka menjadi lebih keras terganggu.
Perlu ditekankan bahwa perasaan terhadap
humor dan kemampuan untuk menerima dan memberi kasih sayang merupakan kemampuan
emosional yang tidak diberi, tetapi yang harus dikembangkan. Kedua-duanya
penting bagi penyesuaian diri yang sehat, terutama kasih sayang adalah
fundamental bagi pencapaian suatu hidup yang berarti dan memuaskan.
Kebanyakan kebutuhan kita hanya dapat
diperolah melalui hubungan dengan orang-orang lain. Jadi cara kita berhubungan
dengan orang lain sangat mempengaruhi kepuasan hidup kita. Kegagalan untuk
mengadakan hubungan antar manusia yang
baikmungkin berasal dari dan mengakibatkan juga kekurangan partisipasi dalam
kelompok dan kekurangan identifikasi dengan kelompok. Sebaliknya juga dapat
terjadi suatu identifikasi yang berlebihan dengan kelompok dan konformitas
(persesuaian) yang berlebihan dengan norma-norma ke kelompok (seperti dalam
“gang” atau perkumpulan-perkumpulan rahasia para remaja).
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa
kemampuan utama dalam hidup dan dalam menyesuaikan diri memerlukan “penerangan”
tentang beberapa masalah utama dalam hidup, seperti pernikahan, ke orangtuaan
pekerjaan dan hari tua. Disamping kemampuan umum ini dalam bidang badaniah,
emosional, sosial, dan intelektual, kita memrlukan persiapan bagi masalah-masalah
khas yang mungkin akan dihadapi dalam berbagai masa hidup kita.
2.5. FAKTOR SOSIOLOGIK DALAM
PERKEMBANGAN YANG SALAH
Dalam kehidupan modern terdapat tidak
sedikit bahaya terhadap pengarahan diri yang baik. Sukar untuk memperoleh dan
mempertahankan identitas diri yang stabil ditengah tengah perubahan-perubahan
yang komplek dan cepat. Alfin Toffler mengemukakan bahwa yang paling berbahaya
di zaman modern, di negara-negara dengan “super-industrialisasi”, ialah
kecepatan perubahan dan pergantian yang makin cepat dalam hal “ke-sementara-an”
(“transience”), “ke-baru-an” (“novelty”) dan “ke-aneka-ragaman” (“diversity”).
Dengan demikian individu menerima rangsangan yang berlebihan sehingga
kemungkinan terjadi kekacauan mental lebih besar. Karena hal ini lebih besar
kemungkinannya dalam masa depan, maka dinamakannya “shok masa depan” (“future
shok”).
Telah diketahui bahwa seseorang yang
mendadak di tengah-tengah kebudayaan asing, dapat mengalami gangguan jiwa
karena pengaruh kebudayaan ini yang serba baru dan asing baginya. Hal ini
dinamakan “shok kebudayaan (“culture shok”).
Dari berbagai penelitian terdapat
perbedaan antara gejala-gejala gangguan jiwa disebabkan oleh perbedaan
kebudayaan dan lingkungan sosial. Biarpun faktor patogenik (yang menyebabkan)
mungkin sama akan tetapi faktor patoplastik (yang membentuk, memberi
rupa/warna) berbeda-beda.
Didalam suatu negara pun terdapat perbedaan
arah perkembangan gangguan di daerah perkotaan dan pedesaan, serta diberbagai
lapisan sosial ekonomi. Hal ini akan disinggung dalam pembicaraan tentang
nerosa, gangguan psikosomatik, retardasi mental dan psikosa.
Seperti seorang individu, sutatu masyarakat
secara keseluruhan dapat juga berembang
ke arah yang tidak baik. Hal ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan fisik
( umpamanya daerah yang dahulu subur berubah menjadi tandus) ataupun oleh
keadaan masyarakat sosial itu sendiri (umpamanya negara dengan pemimpin
diktatorial, diskriminasirasial/religious yang hebat, ketidak adilan sosial,
dan sebagainya). Dalam hal ini merendahkan daya tahan frustasi seluruh
masyarakat (kelompok) dan menciptakan suasana sosial yang tidak baik sehingga
para anggotanya secara perseorangan dapat menjurus kegangguan mental.
Faktor-faktor sosial kultural membentuk, baik macam sikap individu dan jenis
reaksi yang dikembangkannya, maupun jenis stres yang dihadapi.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Biarpun belum ada angka statistic nasional yang
terperinci tentang gangguan mental di negara kita, namun dari angka – angka
yang terkumpul dapat diperkirakan bahwa angka kesakitan gangguan jiwa tidak
jauh berbeda dengan angka – angka di negara lain untuk skizofernia yang berkisar
antara 0,2 – 0,8 dan retardasi mental 1 – 3 % ( selanjutnya lihatlah tabel 5 ).
2. Sumber penyebab gangguan jiwa terdapat pada satu
atau lebih dari ketiga bidang, yaitu badaniah, psikologik dan social, yang
terus –menerus saling mempengaruhi. Dan karena manusia breaksi secara holistic,
maka terdapat kecenderungan untuk membuat diagnosa multidimensional yang
berusaha mencakup ketiga bidang ini.
3. Pada bidang badaniah setiap faktor yang
mengganggu perkembangan fisik dapat menyebabkan gangguan mental. Faktor –
faktor ini mungkin dari keturunan atau dari lingkungan ( kelainan
kromosoma,konstitusi,cacat congenital, gangguan otak).
4. Perkembangan psikologik yang salah mungkin
disebabkan oleh berbagai jenis deprivasi dini, pola keluarga yang potogenik dan
masa remaja yang dilalui secara tidak baik.
5. Faktor sosiologik pun tidak kecil peranannya
dalam perkembangan yang salah, umpamanya adat – istiadat dan kebudayaan yang
kaku ataupun perubahan – perubahan yang cepat dalam dunia modern ini, sehingga
menimbulkan stress yang besar pada individu.
6. Suatu masyarakat pun, seperti seorang individu,
dapat juga berkembang kea rah yang tidak baik yang dipengaruhi oleh lingkungan
atau keadaan sosial masyarakat itu sendiri.
Kesukaran dan kesusahan kecil – kecil
yang begitu banyak dihadapi dalam kehidupan kita, dapat merupakan batu
singgungan dalam perjalanan kita ataupun dapat dijadikan batu loncatan menuju
kepada watak yang agung dan kepada surga.
Kesukaran sering
merupakan alat yang dipakai oleh yang mahakuasa untuk membentuk kita bagi
sesuatu yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar