Senin, 15 Juni 2015

Psikiatri



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Bila seseorang hendak memulai dengan kepastian, ia akan berakhir dengan keragu-raguan, akan tetapi jika ia puas untuk memulai dengan keragu-raguan, maka ia akan berakhir dengan kepastian. Francis bacon
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan jika secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psike. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan umur dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa bermusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya.
Kita akan melihat secara sepintas  angka kejadian (‘insidence rate’) dan angka kesakitan (‘morbidity rate’) berbagai gangguan jiwa. Kemudian baru kita akan membicarakan secara umum macam-macam penyebab gangguan jiwa.

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Angka Kejadian (Insidensi) Dan Kesakitan (Mordibilitas) ?
2.      Apa Saja Sumber Penyebab Gangguan Jiwa ?
3.      Bagaimana Perkembangan Badaniah Yang Salah ?
4.      Bagaimana Perkembangan Psikologik Yang Salah ?
5.      Bagaimana Faktor Sosiologik Dalam Perkembangan Yang Salah ?

1.3  TUJUAN
1.      Mengetahui Angka Kejadian (Insidensi) Dan Kesakitan (Mordibilitas).
2.      Mengetahui  Sumber Penyebab Gangguan Jiwa.
3.      Mengetahui  Perkembangan Badaniah Yang Salah.
4.      Mengetahui Perkembangan Psikologik Yang Salah.
5.      Mengetahui Faktor Sosiologik Dalam Perkembangan Yang Salah.





















BAB II
PEMBAHASAN
2.1.       ANGKA KEJADIAN (INSIDENSI) DAN KESAKITAN (MORDIBILITAS)
Dalam masyarakat umum skizofrenia terdapat 0,2 – 0,8%, retardasi mental  1 - 3% WHO melaporkan bahwa 5 – 15% dari anak-anak antara 3 – 15 tahun mengalami gangguan jiwa yang persistent dan mengganggu hubungan sosial kira-kira 40% penduduk negara kita ialah anak-anak di bawah 15 tahun, negara yang sudah berkembang kira-kira 25%), dapat digambarkan besarnya masalah (ambil saja 5% dari 40% dari katakan saja 120 juta penduduk, maka negara kita terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa).
Tidak sedikit orang menderita gangguan jiwa organik (akibat rudapaksa, keradangan, gangguan pembuluh darah, neoplasma, keracunan dan sebagainya). Banyak pula yang menderita gangguan psikosomatik. Perhatikan tabel
Tabel 1 : Taksiran kasar jumlah penderita beberapa jenis gangguan jiwa yang ada dalam satu tahun di Indonesia dengan penduduk 130 juta orang.
Psikosa Fungsional
520.000 (4 ‰)
Sindroma Otak Organik Akut
65.000 (0,5 ‰)
Sindroma Otak Organik Menahun
130.000 (1 ‰)
Retardasi Mental
2.600.000  (2 %)
Serosa
6.500.000 (5 %)
Psikosomatik
6.500.000 (5 %)
Gangguan Keprbadian
1.300.000 (1 %)
Ketergantungan Obat
       1.000
17.616.000 (13,5 %)


Berapa besarkah kerugian karena gangguan jiwa, berupa tenaga kerja, uang dan materi lain? Tidak terhitung besarnya penderitaan pada penderita sendiri, pada keluarga penderita dan orang-orang yang mencintainya.


2.2.  SUMBER PENYEBAB GANGGUAN JIWA
Biarpun gejala utama atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun di psike (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun jiwa. Umpamanya seorang dengan depresi, karena kurang makan dan tidur daya tahan badaniahnya berkurang seingga mengalami keradangan tenggorokan, atau seorang dengan mania mendapat kecelakaan. Sebaliknya seorang dengan penyakit badaniah umpamanya keradangan yang melemahkan, maka daya tahan psikologinya pun menurun sehingga ia mungkin mengalami depresi. Sudah lama diketahui juga, bahwa penyakit pada otak sering mengakibatkan gangguan jiwa.
Contoh lain ialah seorang anak yang mengalami gangguan otak (karena kelahiran, keradangan, dan sebagainya) kemudian menjadi hiperkinetik dan sukar diasuh, mempengaruhi lingkungannya, terutama orang tua dan anggota lain serumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan mereka saling mempengaruhi. Karena itu terdapat kecenderungan untuk membuat diagnosa multi dimensional yang menyeut hal – hal dari berbagai unsur tersebut.
Tabel 2 : Sumber penyebab gangguan jiwa.
Penyesuaian somato-psiko-sosial dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus-menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1)        Faktor-faktor somatik (somatogenik) :
1.1.       Neroanatomi
1.2.       Nerofisiologi
1.3.       Nerokimia
1.4.       Tingkat kematangan dan perkembangan organik
1.5.       Faktor – factor pre- dan peri-natal
2)        Faktor faktor psikologik (psikogenik) :
2.1.       Interaksi ibu-anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tidak percaya dan kebimbangan)
2.2.       Peranan ayah
2.3.       Persaingan antara saudara kandung
2.4.       Inteligensi
2.5.       Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
2.6.       Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau salah
2.7.       Ketrampilan, bakat dan kreativitas
2.8.       Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
2.9.       Tingkat perkembangan emosi

3)        Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik) :
3.1.       Kestabilan keluarga
3.2.       Pola mengasuh anak
3.3.       Tingkat ekonomi
3.4.       Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
3.5.       Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
3.6.       Pengaruh rasial dan keagamaan
3.7.       Nilai-nilai


2.3.       PERKEMBANGAN BADANIAH YANG SALAH
Perkembangan badaniah mempunyai suatu urutan urutan tertentu. Suatu halangan dalam hal ini dapat mengakibatkan gangguan perkembangan. Perilaku kita berdasarkan juga pada kwalitas dan keutuhan fungsi sususan saraf dan pelengkapan badaniah lain. Setiap factor yang dapat mengganggu perkembangan badaniah yang normal dapat diangap sebagai suatu factor yang dapat menjadikan penyebab perilaku yang abnormal. Faktor factor ini mungkin dari keturunan ataupun dari lingkungan :
1.        Faktor keturunan
Pada mongoloisme atau sindroma down (suatu macam retedasi mental dengan mata sipit,muka datar,telinga keci,jari-jari pendek dan lain-lain) terdapat trisomi (yaitu tiga buah,bukan dua) ppasangan kromosoma no 21.
Gambar 1.
Hitungan kromosom sekarang dimungkinkan dengan meneteskan derivat kolkisin pada sel untuk menghentikan pembelahan  sel pada waktu kromosom paling dapat dilihat. Kemudian dari larutan garam yang mengakibatkan kromosoma itu melambung dan memisah satu dari larutan lain(gambar kanan). Dengan demikian kromosoma dapat diatur menjadi pasangan-pasangan. Gambar kiri atas memperlihatkan jumlah pasangan kromosoma seoran laki-laki yang normal. Gambar kiri bawh menunjukan kelainan trisomi pada kromosoma yang terdapat pada sindroma down (mongolisme).
Sindruma turner (dengan cirri-ciri khas : tubuh pendek, leher melebar infantiisme sexual)ternyata berhubungan dengan jumlah kromosoma yang abnormal. Gangguan yang berhubungan dengan kromosoma dikatakan “terikat pada sex” (sex-linked),artinya bahwa defek genetika hanya terdapat pada kromosoma  sex. Kaum wanita ternyata lebih peka terhadap gangguan yang terikat pada sex, karena mereka mempunyai dua kromosoma X : bila satu tidak baik, maka yang lain biasanya akan melakukan pekerjaannya. Akan tetapi seorang pria hanya mempunyai satu kromosoma X dan kromosoma Y, dan bila salah satu tidak baik, maka terganggulah ia. Masih dipermasalhkan, betulkah pria dengan XYY lebih cenderung melakukan perbuatan kriminal yang kejam ?
Fenilketonuria yang terdapat pada anak-anak dengan kekurangan enzim  untuk menghancurkan  feninlanin,  suatu asam  amino dalam makanan yang mengandung protein. Bila tidak diketahui sehinga tidak diberi diit, maka terkumpullah fenilanin di dalam darah dan merusak otak.
Table 3 : penelitian ssaudara kembar dan saudara kandungan yang satunya menderita skizofrenina
Hubungan dengan pasien skizofrenia                           % yang menderita skizofrenia                                                                                                                                                              
Kembar monozigot (satu telur)                                                 86,2%
Kembar monozigot(dua telur)                                                  14,5%
Saudara kandung                                                                      14,2%
Saudara tiri                                                                               7,1%
Masyarakat umum                                                                    0,85%
(Coleman, J.C : Abnormal psychology and modern life, Taraporevala sons & Co., Bombay, 1970, hal. 121)
Table 6. menunjukan bahwa terdapat lebih banyak skizofrenia pada tingkat persaudaraan dari pada di dalam masyarakat umum dengan yang paling tinggi pada saudara kembar monozigot. Mengapa pada kembang monozigo tidak 100%  kiranya kembali lagi faktor lingkungan berpengaruh.
2.      Faktor Konstitusi
  Konstitusi pada umumnya menunjukkan kepada keadaan biologic seluruhnya, termasuk baik yang diturunkan maupun yang didapatikemudian, umpamanya : bentuk badan (perawakan), sex, temperamen, fungsi endokrin dan urat syaraf serta jenis darah.
Jelas bahwa hal-hal ini mempengaruhi perilaku individu secara baik ataupun tidak baik, umpanya : bentuk badan yang atletik atau yang kurus, tinggi badan yang terlalu tinggi atau terlalu pendek, paras muka yang cantik ataupun jelek, sex wanita atau pria, fungsi hormonal yang seimbang atau berlebihan salah satu hormone, urat syaraf yang cepat reaksinya atau yang lambat sekali, dan seterusnya. Semua ini turut mempengaruhi hidup seseorang.
Tabel 4. Faktor Konstitusi dan Perilaku Abnormal
Faktor Konstitusi
Hubungan dengan perkembangan Abnormal
Bentuk Badan
Tidak jelas peranannya, tetapi disproporsi badaniah, kelemahan dan penampakan yang jelek umpamanya lebih sering berhubungan dengan gangguan jiwa daripada bentuk badan yang baik dan menarik.
Energi dan Kegiatan





Rupanya berhubungan dengan apakah individu mengembangkan reaksi yang agresif atau lebih menuju ke dalam terhadap stress, jadi lebih berhubungan dengan jenis gangguan jiwa yang timbul bila individu itu terganggu jiwanya.
Reaktivitas Susunan Syaraf Vegetatif

Reaktivitas  emotional yang tinggi mungkin sekali berhubungan dengan reaksi berlebihan terhadap stress ringan dan pembentukan rasa takut yang tak perlu, reaktivitas emotional yang kurang, dapat mengakibatkan sosialisasi yang tidak sesuai karena reaksi yang terlalu sedikit.
Daya Tahan Badaniah




Membantu menentukan stress biologic dan psikologik dan sistem organ apakah yang paling mudah terganggu. Ada individu yang sangat mudah terganggu sistem badaniahnya karena fungsi otaknya.
Sensitivitas (Kepekaan)
Menentukan sebagian dari jenis stress yang terhadapnya anak itu paling peka dan menentukan besarnya stress yang dapat ditahan tanpa gangguan jiwa, mempengaruhi cara anak menanggapi dunia.
Kecerdasan dan Bakat yang Lain
Mempengaruhi kesempatan anak untuk berhasil dalam pertandingan/persaingan sehingga mempengaruhi juga kepercayaan diri sendiri berdasarkan keberhasilan.
 (Coleman, J.C : Abnormal Psychology and Modern Life. Taraporevala Sons & Co, Bombay, 1970, hal 126)
Susunan syaraf vegetatif juga tidak sedikit menentukan perilaku manusia, banyak keluhan penderita dating dari pihak ini, umpamanya susunan syaraf vegetatif yang labil.
Biarpun konstitusi itu lebih banyak ditentukan oleh faktor keturunan, tetapi dapat juga diubah oleh faktor kelahiran, umpamanya toxin, virus, kesukaran kelahiran, emosi ibu yang sangat labil, radiasi sinar X dan sebagainya.
3.      Cacat Kongenital
Cacat kongenital atau cacat sejak lahir dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak terlebih yang berat seperti reterdasi mental yang berat. Akan tetapi pada umumnya pengaruh cacat ini pada timbulnya gangguan jiwa terutama tergantung pada individu itu, bagaimana ia menilai dan menyesuaikan diri terhadap keadaan hidupnya yang cacat atau berubah itu.
Orangtua dapat mempersukar penyesuaian ini dengan perlindungan berlebihan (proteksi berlebihan), penolakan atau tuntutan yang sudah diluar kemampuan anak.
Singkatnya : dua kromosoma dan “Genes”  yang defek serta banyak faktor sebelum, sewaktu dan sesudah lahir dapat mengakibatkan gangguan badaniah. Cacat badaniah dapat dilihat dengan jelas, tetapi gangguan sistem biokimiawi lebih halus dan sukar ditentukan. Gangguan badaniah dapat mengganggu fungsi biologic atau psikologik secara langsung atau dapat mempengaruhi daya tahan terhadap stress.
2.4.       PERKEMBANGAN PSIKOLOGIK YANG SALAH
Dalam masa kanak kanak diletakkan dasar bagi masa dewasa, bagaimanakah lingkungan dan diri sendiri dinilai, kebiasaan berfikir dan pola reaksi. Biarpun demikian, kita dapat saja berubah bila kita menjadi dewasa, kita dapat mengadakan perubahan-perubahan dalam pola berfikir dan bertindak kita. Kita tidak terpaku atau terbatas pada pola yang dibentuk dalam masa kanak-kanak saja.
Pada umumnya perkembangan psikologik yang salah mencakup :
a.    Ketidak matangan atau fixasi, yaitu individu gagal berkembang lebih lanjut ke fase berikutnya.
b.    “tempat-tempat lemah” yang ditinggalkan oleh pengalaman yang traumatik sebagai kepekaan terhadap jenis stres tertentu, atau distorsi yaitu bila individu mengembangkan sikap atau pola reaksi yang tidak sesuai atau gagal mencapai integrasi kepribadian yang normal. Kita akan membicarakan beberapa faktor dalam perkembangan psikologik yang tidak sehat.
                  
1.    Deprivasi dini
Makin lama makin nyata bahwadeprivasi (kehilangan) biologik atau psikologik pada waktu bayi dapat mengakibatkan kerusakan yang tak dapat diperbaiki lagi. Deprivasi maternal atau kehilangan asuhan ibu di rumah sendiri, terpisah dengan ibu atau di asrama, dapat menimbulkan perkembangan yang abnormal.
Deprivasi rangsangan umum dari lingkungan, bila sangat berat ternyata berhubungan dengan reterdasi mental. Kekurangan protein dalam makanan, terutama dalam jangka waktu lama sebelum anak berumur 4 tahun, dapat mengakibatkan reterdasi mental.
Deprivasi atau frustasi dini dapat m,enimbulkan “tempat-tempat yang lemah” pada jiwa, dapat mengakibatkan perkembangan yang salah ataupun perkembangan yang berhenti.
Untuk perkembangan psikologik rupanya ada “masa-masa gawat”. Dalam masa ini rangsangan dan pengalaman belajar yang berhubungan dengannya serta pemuasan berbagai kebutuhan sangat perlu bagi urutan-urutan perkembangan intelektual, emosional, dan sosial yang normal.
2.        Pola keluarga yang patogenik
Dalam masa kanak-kanak keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Hubungan orangtua-anak yang salah atau patogenik dalam keluarga sering
Kadang-kadang orangtua berbuat terlalu banyak untuk anak dan tidak member kesempatan anak itu berkembang sendiri. Ada kalanya oramgtua berbuat terlalu sedikit atau tidak merangsang anak itu atau tidak member bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya. Kadang-kadang malahan mengajarkan anak itu pola-pola yang tidak sesuai.
Akan tetapi pengaruh cara asuhan anak tergantung pada keadaan sosial secara keseluruhan dimana hal itu dilakukan. Dan juga, anak-anak bereaksi secara berlainan terhadap cara yang sama dan tidak semua akibat adalah tetap, kerusakan dini sering diperbaiki sebagian oleh pengalaman di kemudian hari. Akan tetapi beberapa jenis hubungan orangtua-anak sering terdapat dalam latar belakang anak-anak yang terganggu, umpamanya penolakan, perlindungan berlebihan, manja belebihan, tuntutan perfeksionistik, standart moral yang kaku dan tidak realistic, disiplin yang salah, persaingan antar saudara yang tidak sehat, contoh orangtua yang salah, ketidaksesuaian perkawinan dan rumah tangga yang berantakan, tuntutan yang bertentangan (lihat tabel 5).
Tabel 5. beberapa Sikap orangtua yang kurang bijaksana dan pengaruhnya terhadap anak
Sikap orangtua
Pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak dan sifat atau sikap yang timbul
1.      Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya.



Hanya memikirkan dirinya sendiri, hanya tahu menuntut saja, lekas berkecil hati tidak tahan kekecewaan. ingin menarik perhatian kepada dirinya sendiri. Kurang rasa bertanggung jawab. Cenderung menolak peraturan dan minta dikecualikan

2.      Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus tunduk saja”

Kurang berani dalam pekerjaan, condong lekas menyerah. Bersikap pasif dan bergantung kepada orang lain. Ingin menjadi “anak emas” dan menerima saja seperti perintah.
3.      Penolakan (anak tidak disukai)

Merasa gelisah dan diasingkan. Bersikap melawan orang tua dan mencari bantuan kepada orang lain. Tidak mampu memberi dan menerima kasih-sayang .

4.      Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi

Menilai dirinya dan hal lain juga demi norma yang terlalu keras dan tinggi. Sering kaku dan keras dalam pergaulan. Cenderung menjadi sempurna (“perfecsionnism”) dengan cara yang berlebihan. Lekas merasa bersalah, berdosa dan tidak berarti.
5.      Disiplin yang terlalu keras.

Menilai dan menuntut dari pada diri juga secara terlalu keras. Agar dapat meneruskan dan menyelesaikan sesuatu usaha dengan baik, diperlukannya sikap menghargai yang tinggi dari luar.
6.      Disiplin yang tak teratur atau yang bertentangan
Sikap anak terhadap nilai dan norma tak teratur. Kurang tetap dalam menghadapi berbagai persoalan; didorong kesana kemari antara berbagai nilai yang bertentangan.
7.      Perselisihan antara ayah-ibu  (pernikahan yang cedera).

Bergelisah hati terus menerus. berkurang nya rasa dirinya terjamim dan rasa disayangi ( yang sangat diperlukan oleh setiap anak). Cenderung menafsirkan orang lain sebagai berbahaya, sehingga bersikap bermusuhan dan agresif.

8.      Perceraian

Timbul perasaan dirinya terasing, gelisah dan cemas. Rasa setianya gerlawanan berpindah-pindah dari Ibu ke Ayah dan sebaliknya.
9.      Persaingan yang kurang sehat di antara para saudaranya.

Timbul sifat bermusuhan, merasa kurang aman serta terancam terus menerus. Kurang percaya pada dirinya sendiri. Tingkah lakunya menyerupai anak di bawah umur.
10.  Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral)

Anak mengambil oper cara dan nilai yang buruk itu. Timbul berbagai persoalan dan kesukaran, sehingga sangat memungkinkan terjadi pelanggaran hukum.
11.  Perfeksionis dan ambisi. (Cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak).

Anakpun mengambil oper perfeksionisme itu. Demikian ia akan gagal dalam mengejar cita-cita yang sudah melampaui batas kemampuannya. Kemudian ia menjadi kecewa yang berlebihan, merasa dirinya bersalah, berdosa dan tidak berarti apa apa lagi. Mudah timbul reaksi depresi (rasa sedih yang terlalu keras dan terlalu lama).
12.  Ayah dan atau Ibu nerotik (menderita gangguan jiwa)

Anak condong mewarisi gejala gangguan jiwa itu yang dapat berupa kecemasan, keyakinan yang tak berdasarkan kenyataan atau prasangka. Semua ini akan menghambat perkembangan kepribadian anak itu.


Coleman, J. C. : Abnormal psychology and modern life  Taraporevala Sons & Co., Bombay, 1976, hal. 160 (Ditambah)
Perlu diingat bahwa hubungan orangtua-anak selalu merupakan suatu interaksi (saling mempengaruhi), bukanlah hanya pengaruh satu arah dari orangtua ke anak. Pada waktu lahir dan terlebih sesudahnya, anak itu masuk ke dalam interaksi bukan sebagai suatu kertas putih, akan tetapi sebagai suatu organisme yang aktif dengan kecenderungan reaksi tertentu, dengan kelemahan-kelemahannya dan dengan kebutuhan-kebutuhannya yang khas. Dalam menilai hasil suatu "keadaan kita tidak boleh menganggap bahwa perilaku orangtua itu selalu menentukan dan perilaku serta perkembangan anak itu selalu tergantung orangtua.
Pada umumnya trauma (frustasi) dini rupanua mempunyai akibat yang lebih jauh, sebagian besar karena mawasdiri, penilaian saksama dan pembelaan diri psikologik belum terbentuk seperti pada orang dewasa. Pada orang dewasa sering suatu pengalaman traumatik cenderung untuk membuat individu itu menjadi kebal terhadap pengalaman traumatik yang sama di kemudian hari karena sudah dikenal, keterbatasannua telah diketahui, individu telah menyamakannya dengan pengalaman lain yang dikenal dan telah berkembang pembelaan diri.
3.       Masa Remaja
Masa remaja dikenal sebagai masa gawat dalam perkembangan kepribadian sebagai masa "badai dan stress". Dalam masa ini individu dihadapi dengan pertumbuhan yang cepat, perubahan perubahan badaniah dan pematangan sexual. Pada waktu yang sama status sosialnya juga mengalami perubahan bila dahulu ia sangat tergantung kepada orang tuanya atau orang lain sekarang ia harus belajar berdiri sendiri dan bertanggung jawab yang membawa dengan sendirinya masalah pernikahan, pekerjaan dan status sosial umum. Kebebasan yang lebih besar membawa tanggung jawab yang lebih besar pula.
Perubahan-perubahan ini mengakibatkan bahwa ia harus mengubah konsep tentang diri sendiri. Tidak jarang terjadi "krisis identitas" (Erikson, 1950). Ia harus memantapkan dirinya sebagai seorang individu yang berkepribadian lepas dari keluarganya, ia harus menyelesaikan masalah pendidikan pernikahan dan kehidupan dalam masyarkat. Bila ia tidak dibekali dengan pegangan hidup yang kuat, maka ia akan mengalami "difusi identitas", yaitu ia bingung tentang "apakah sebenarnya ia ini" dan "buat apakah sebenarnya hidup ini". Sindroma ini disebut juga "anomi", remaja itu merasa terombang ambing, terapung apung dalam hidup ini tanpa tujuan tertentu. Banyak remaja sebenarnya tidak memberontak, akan tetapi hanya sekedar sedang mencari arti dirinya sendiri serta pegangan hidup yang berarti bagi mereka.
Hal "badai dan stress" bagi kaum remaja ini sebagian besar berakar pada struktur sosial suatu masyarakat. Ada masyarakat yang membantu para remaja ini dengan adat istiadatnya sehingga masa remaja dilalui tanpa gangguan emosional yang berarti.
Dapat dikatakan bahwa bagi banyak orang yang telah terganggu emosinya, kegagalan untuk mempertahankan gizi yang baik dan istirahat yang cukup, tambah melemahkan mereka secara keseluruhan dan menambah beban sehingga mereka menjadi lebih keras terganggu.
Perlu ditekankan bahwa perasaan terhadap humor dan kemampuan untuk menerima dan memberi kasih sayang merupakan kemampuan emosional yang tidak diberi, tetapi yang harus dikembangkan. Kedua-duanya penting bagi penyesuaian diri yang sehat, terutama kasih sayang adalah fundamental bagi pencapaian suatu hidup yang berarti dan memuaskan.
Kebanyakan kebutuhan kita hanya dapat diperolah melalui hubungan dengan orang-orang lain. Jadi cara kita berhubungan dengan orang lain sangat mempengaruhi kepuasan hidup kita. Kegagalan untuk mengadakan hubungan antar manusia  yang baikmungkin berasal dari dan mengakibatkan juga kekurangan partisipasi dalam kelompok dan kekurangan identifikasi dengan kelompok. Sebaliknya juga dapat terjadi suatu identifikasi yang berlebihan dengan kelompok dan konformitas (persesuaian) yang berlebihan dengan norma-norma ke kelompok (seperti dalam “gang” atau perkumpulan-perkumpulan rahasia para remaja).
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kemampuan utama dalam hidup dan dalam menyesuaikan diri memerlukan “penerangan” tentang beberapa masalah utama dalam hidup, seperti pernikahan, ke orangtuaan pekerjaan dan hari tua. Disamping kemampuan umum ini dalam bidang badaniah, emosional, sosial, dan intelektual, kita memrlukan persiapan bagi masalah-masalah khas yang mungkin akan dihadapi dalam berbagai masa hidup kita.

2.5.  FAKTOR SOSIOLOGIK DALAM PERKEMBANGAN YANG SALAH
Dalam kehidupan modern terdapat tidak sedikit bahaya terhadap pengarahan diri yang baik. Sukar untuk memperoleh dan mempertahankan identitas diri yang stabil ditengah tengah perubahan-perubahan yang komplek dan cepat. Alfin Toffler mengemukakan bahwa yang paling berbahaya di zaman modern, di negara-negara dengan “super-industrialisasi”, ialah kecepatan perubahan dan pergantian yang makin cepat dalam hal “ke-sementara-an” (“transience”), “ke-baru-an” (“novelty”) dan “ke-aneka-ragaman” (“diversity”). Dengan demikian individu menerima rangsangan yang berlebihan sehingga kemungkinan terjadi kekacauan mental lebih besar. Karena hal ini lebih besar kemungkinannya dalam masa depan, maka dinamakannya “shok masa depan” (“future shok”).
Telah diketahui bahwa seseorang yang mendadak di tengah-tengah kebudayaan asing, dapat mengalami gangguan jiwa karena pengaruh kebudayaan ini yang serba baru dan asing baginya. Hal ini dinamakan “shok kebudayaan (“culture shok”).
Dari berbagai penelitian terdapat perbedaan antara gejala-gejala gangguan jiwa disebabkan oleh perbedaan kebudayaan dan lingkungan sosial. Biarpun faktor patogenik (yang menyebabkan) mungkin sama akan tetapi faktor patoplastik (yang membentuk, memberi rupa/warna) berbeda-beda.
Didalam suatu negara pun terdapat perbedaan arah perkembangan gangguan di daerah perkotaan dan pedesaan, serta diberbagai lapisan sosial ekonomi. Hal ini akan disinggung dalam pembicaraan tentang nerosa, gangguan psikosomatik, retardasi mental dan psikosa.
Seperti seorang individu, sutatu masyarakat secara keseluruhan dapat juga berembang  ke arah yang tidak baik. Hal ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan fisik ( umpamanya daerah yang dahulu subur berubah menjadi tandus) ataupun oleh keadaan masyarakat sosial itu sendiri (umpamanya negara dengan pemimpin diktatorial, diskriminasirasial/religious yang hebat, ketidak adilan sosial, dan sebagainya). Dalam hal ini merendahkan daya tahan frustasi seluruh masyarakat (kelompok) dan menciptakan suasana sosial yang tidak baik sehingga para anggotanya secara perseorangan dapat menjurus kegangguan mental. Faktor-faktor sosial kultural membentuk, baik macam sikap individu dan jenis reaksi yang dikembangkannya, maupun jenis stres yang dihadapi.






BAB III
PENUTUP
3.1     KESIMPULAN
1. Biarpun belum ada angka statistic nasional yang terperinci tentang gangguan mental di negara kita, namun dari angka – angka yang terkumpul dapat diperkirakan bahwa angka kesakitan gangguan jiwa tidak jauh berbeda dengan angka – angka di negara lain untuk skizofernia yang berkisar antara 0,2 – 0,8 dan retardasi mental 1 – 3 % ( selanjutnya lihatlah tabel 5 ).
2. Sumber penyebab gangguan jiwa terdapat pada satu atau lebih dari ketiga bidang, yaitu badaniah, psikologik dan social, yang terus –menerus saling mempengaruhi. Dan karena manusia breaksi secara holistic, maka terdapat kecenderungan untuk membuat diagnosa multidimensional yang berusaha mencakup ketiga bidang ini.
3. Pada bidang badaniah setiap faktor yang mengganggu perkembangan fisik dapat menyebabkan gangguan mental. Faktor – faktor ini mungkin dari keturunan atau dari lingkungan ( kelainan kromosoma,konstitusi,cacat congenital, gangguan otak).
4. Perkembangan psikologik yang salah mungkin disebabkan oleh berbagai jenis deprivasi dini, pola keluarga yang potogenik dan masa remaja yang dilalui secara tidak baik.
5. Faktor sosiologik pun tidak kecil peranannya dalam perkembangan yang salah, umpamanya adat – istiadat dan kebudayaan yang kaku ataupun perubahan – perubahan yang cepat dalam dunia modern ini, sehingga menimbulkan stress yang besar pada individu.
6. Suatu masyarakat pun, seperti seorang individu, dapat juga berkembang kea rah yang tidak baik yang dipengaruhi oleh lingkungan atau keadaan sosial masyarakat itu sendiri.
Kesukaran dan kesusahan kecil – kecil yang begitu banyak dihadapi dalam kehidupan kita, dapat merupakan batu singgungan dalam perjalanan kita ataupun dapat dijadikan batu loncatan menuju kepada watak yang agung dan kepada surga.
Kesukaran sering merupakan alat yang dipakai oleh yang mahakuasa untuk membentuk kita bagi sesuatu yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar